Bisnis.com, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akan menggelar sidang pembacaan putusan kasus korupsi Persetujuan Ekspor (PE) minyak sawit mentah alias minyak goreng, pada Rabu (4/1/2023) besok.
Dalam persidangan tersebut kelima terdakwa akan mendengarkan vonis yang dibacakan oleh majelis hakim.
Adapun kelima terdakwa itu anatara lain, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, mantan Senior Manager Corporate Affair PT VAL, Stanley MA, mantan General Manager (GM) Bagian General Affair PT MM, Pierre Togar Sitanggang.
Selain itu pembacaan putusan juga akan dilakukan terhadap mantan Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), sekaligus Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Sidang rencananya akan dimulai pada pukul 10.00 WIB. "Untuk putusan," dikutip dari laman resmi SIPP PN Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2023).
Para terdakwa dituntut dengan pidana yang bervariasi mulai dari 7 tahun hingga 12 tahun penjara. Para terdakwa juga dituntut dengan uang pengganti yang berbeda jumlahnya, miliaran hingga puluhan triliun.
Baca Juga
Master Parulian Tumanggor jadi terdakwa yang dituntut dengan uang pengganti paling besar, yakni Rp10,9 triliun. Uang pengganti tersebut untuk mengganti kerugian negara dan kerugian perekonomian yang diakibatkan dari kasus ini.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, salah satu saksi ahli dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo, mengaku menggunakan metode Input Output dalam penghitungan kerugian dalam perkara minyak goreng. Hal ini, kata dia, lantaran keterbatasan data.
Dia mengaku tidak menghitung pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang sudah dilakukan para terdakwa. "Di dalam analisis, itu tidak saya perhitungkan, karena dilihat shortage nya," ujar Rimawan Pradiptyo.
Dalam perhitungannya Rimawan hanya menghitung dampak perbuatan para terdakwa, terhadap krisis atau kelangkaan minyak goreng.
Rimawan mengaku tidak menghitung manfaat yang didapat negara dari ekspor tersebut lantaran tidak mendapatkan datanya. Rimawan Pradiptyo mengaku jika pemasukan negara ikut dipertimbangkan, maka nilai kerugian negara dalam perkara ini dapat berkurang.
“Kalau itu dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” kata Rimawan.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18,3 triliun.